Jumat, 01 Juli 2011

Pembatasan Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Pidana ke Mahkamah Agung


Upaya hukum adalah pranata hukum untuk menyatakan tidak setuju dengan putusan pengadilan dan agar diperiksa ulang, fakta dan atau hukumnya  suatu perkara. Konkritnya atas permintaan pihak  yang tidak setuju, pemeriksaan ulang suatu perkara harus dilakukan oleh pengadilan yang lebih tinggi akan dilakukan.   Dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) misalnya dikenal dua bentuk upaya hukum, pertama upaya hukum biasa yaitu dalam bentuk banding dan kasasi, dan kedua upaya hukum luar biasa, dalam bentuk peninjauan kembali dan kasasi demi kepentingan hukum.
Mahkamah Agung merupakan lembaga Negara dan pengadilan Negara tertinggi, idealnya juga hanya mengadili perkara yang sangat fundamental, bentuk tindak pidana yang berat serta mempunyai nilai objek perkara yang tinggi. Persoalannya untuk menentukan standart perkara yang fundamental indicatornya sangat sulit dan relatif, apalagi menyangkut harga diri.
Peraturan perundang-undangan telah berusaha memberikan mengatur pembatasan upaya hukum baik formil maupun substansial, namun pada akhirnya terbentur pada hak asasi setiap pencari keadilan dalam upaya memperoleh keadilan. Adapun pengaturan pembatasan upaya hukum antara lain sebagai mana diatur menurut ketentuan:
 I.               Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Pasal 45A:
(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya;
(2)  Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. putusan tentang Praperadilan;
b. perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau diancam pidana denda;
c. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
(3)  Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung;
(4)  Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan upaya hukum;
(5)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung;
II.               Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 23 :
Putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
Undang Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 26 :
(6) Putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
(7) Putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain
 III.         Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pada Bagian Kedua, Bab XVII Pasal 244 sampai dengan Pasal 258. Menurut ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 244 :
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
- Pasal 246 :
(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.
(2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera, mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.
- Pasal 247 :
(1) Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi.
(2) Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan.
(3) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya.
(4) Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali.
- Pasal 248
(1) Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima.
(2) Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya.
(3) Alasan yang tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (l) undang-undang ini.
4) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.
(5) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (3) berlaku juga untuk ayat (4) pasal ini.
(6) Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi.
(7) Dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan memori kasasi.


Menurut Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2010, secara ringkas tujuan pembatasan perkara kasasi adalah untuk:
a. Meningkatkan kualitas putusan;
b. Memudahkan MA melakukan pemetaan permasalahan hukum;
c. Mengurangi jumlah perkara di tingkat kasasi yang berarti mengurangi beban kerja MA.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar